Rabu, 01 September 2010

RINDU TAK MENEPI

Mengarungi waktu yang akan berlabuh pada
dermaga malam.
Sejenak rasa melayang pada lapas yang telah ada,manakala mentari memberikan senyum manisnya.
Pesta tanpa jamuan yang tlah berakhir pagi tadi meninggalkan embun tanpa sempat berjanji.
Hanya tersisa butir-butir air yang basah pada daun di sela hati.
Memenuhi relung kosong yang tak sempat di isi oleh nadi.
Ikuti perjalanan hari bersama mentari pada kaki yang tak pernah henti.
Tetap berdiri meski sepi menghampiri di ujung makna tanpa pernah menyadari.
Dan tangan mencoba menggapai setitik asa;
Pada debu-debu yang berlalu-lalang di persimpangan jalan.
Mungkin akan menempel satu atau dua bayang tentang dirimu.
Atau hanya gambaran semu tanpa sosok yang pudar saat angin menidurkan awan.


Pada debu yang tersapu hujan tak lagi menempelkan bayang.
Kenangan melayang di terbangkan angin,menuju mega menata ruang agar bayang tak berpaling.
Siluet warna bergambar noktah memberi pesan dari nyanyian rindu saat jiwa melepas rasa pada keinginan yang terpendam.
Terkubur dalam tanah berwujud rindu,tumbuh menjadi akar yang merambat pada melati di taman harapan.
Aroma yang mewangi seperti melupakan bau debu dan menelantarkan rasa di ujung penantian.

Perjalanan pun terhenti saat jarum berdetak dua belas kali.
Lonceng berdenting dalam bisu saat kata tak lagi terucap.
Hanya dawai bersama nyanyian hujan temani malam yang ditinggalkan rembulan.
Pada pesta dengan menu kemewahan di malam yang kian sepi.
Kuteriakan sepenggal nama seperti dalam jeritan belenggu malam.
Akan rindu yang tak pernah usai.
Kedatangannya menghadiahkan gelisah pada hati tak pernah henti.
Walau tangan tak lagi menepi,rindu telah sampai ke hati.
Dan kini tertidur bersama hujan yang tak henti bernyanyi.

0 komentar:

Posting Komentar